keteguhan iman sangat berarti dalam

Imansecara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar'i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Rukun iman itu ada enam, yakni iman kepada Allah, iman kepada malaikat-malaikatNya, iman kepada Bertekunmenghadapi kehilangan semacam itu tidak berarti bahwa salah untuk mencucurkan air mata kesedihan. Menangisi kematian seseorang yang kita kasihi adalah wajar, dan hal ini sama sekali tidak memperlihatkan kurangnya iman akan harapan kebangkitan. (Kejadian 23:2; bandingkan Ibrani 11:19.) Yesus 'menangis' setelah Lazarus meninggal Keteguhan pada dirinya sendiri tidak memiliki kebajikan, terlepas dari kesenangan yang diberikannya, dan mengambil bagian dari semangat keburukan sementara secara proporsional karena ia menanggung cacat moral yang sangat besar dalam objek pilihannya yang tidak bijaksana." - Percy Bysshe Shelley Bilakita mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk, maka berarti dia akan sirna, sebab makhluk memiliki sifat fana atau tidak kekal. Sementara sifat Allah Abadi sebagaimana Dzat-Nya yang abadi untuk selama-lamanya. Kisah Imam Al Buwaithi di atas mengandung pelajaran penting tentang arti keteguhan dalam mempertahankan prinsip. UmmuHakim pun menceritakan kemuliaan akhlak Rasulullah SAW. Nabi Muhammad SAW, kata dia, adalah manusia pemberian maaf. Nabi SAW merupakan manusia berjiwa besar dan sangat pemaaf. Perjuangan Ummu Hakim untuk meluluhkan hati suaminya ternyata benar-benar berhasil. Benih-benih keimanan yang ditaburkannya bersemi di hati Ikrimah. Cd A La Rencontre Du Seigneur. Tsabat bermakna teguh pendirian dan tegar dalam menghadapi ujian serta cobaan di jalan kebenaran. Dan tsabat bagai benteng bagi seorang kader. Ia sebagai daya tahan dan pantang menyerah. Ketahanan diri atas berbagai hal yang merintanginya. Hingga ia mendapatkan cita-citanya atau mati dalam keadaan mulia karena tetap konsisten di jalan-Nya. Dalam Majmu’atur Rasail, Imam Hasan Al Banna menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan tsabat adalah orang yang senantiasa bekerja dan berjuang di jalan dakwah yang amat panjang sampai ia kembali kepada Allah subhanahu wa ta'ala. dengan kemenangan, baik kemenangan di dunia ataupun mati syahid. “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah subhanahu wa ta'ala. maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit pun tidak merubah janjinya”. Al Ahzab 23. Sesungguhnya jalan hidup yang kita lalui ini adalah jalan yang tidak sederhana. Jauh, panjang dan penuh liku apalagi jalan dakwah yang kita tempuh saat ini. Ia jalan yang panjang dan ditaburi dengan halangan dan rintangan, rayuan dan godaan. Karena itu dakwah ini sangat memerlukan orang-orang yang memiliki muwashafat ailiyah, yakni orang-orang yang berjiwa ikhlas, itqan dalam bekerja, berjuang dan beramal serta orang-orang yang tahan akan berbagai tekanan. Dengan modal itu mereka sampai pada harapan dan cita-citanya. “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan. Akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang bersabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar imannya dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”. Al Baqarah 177. Di samping itu, dakwah ini juga senantiasa menghadapi musuh-musuhnya di setiap masa dan zaman sesuai dengan kondisinya masing-masing. Tentu mereka sangat tidak menginginkan dakwah ini tumbuh dan berkembang. Sehingga mereka berupaya untuk memangkas pertumbuhan dakwah atau mematikannya. Sebab dengan tumbuhnya dakwah akan bertabrakan dengan kepentingan hidup mereka. Oleh karena itu dakwah ini membutuhkan pengembannya yang berjiwa teguh menghadapi perjalanan yang panjang dan penuh lika-liku serta musuh-musuhnya. Merekalah orang-orang yang mempunyai ketahanan daya juang yang kokoh. Kita bisa melihat ketsabatan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. Ketika beliau mendapatkan tawaran menggiurkan untuk meninggalkan dakwah Islam tentunya dengan imbalan. Imbalan kekuasaan, kekayaan atau wanita. Tetapi dengan tegar beliau menampik dan berkata dengan ungkapan penuh keyakinannya kepada Allah subhanahu wa ta'ala. Demi Allah, wahai pamanku seandainya mereka bisa meletakkan matahari di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku agar aku meninggalkan dakwah ini. Niscaya tidak akan aku tinggalkan urusan ini sampai Allah subhanahu wa ta'ala. memenangkan dakwah ini atau semuanya akan binasa’. Demikian pula para sahabatnya ketika menjumpai ujian dan cobaan dakwah mereka tidak pernah bergeser sedikit pun langkah dan jiwanya. Malah semakin mantap komitmen mereka pada jalan Islam ini. Ka’ab bin Malik pernah ditawari Raja Ghassan untuk menetap di wilayahnya dan mendapatkan kedudukan yang menggiurkan. Tapi semua itu ditolaknya sebab hal itu justru akan menimbulkan mudarat yang jauh lebih besar lagi. Kita dapat juga saksikan peristiwa yang menimpa umat Islam pada masa Khalifah Al Mu’tsahim Billah tentang fitnah dan ujian khalqul Qur’an’. Imam Ahmad bin Hambal sangat tegar menghadapi ujian tersebut dengan tegas ia menyatakan bahwa Al Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk sebagaimana yang didoktrin oleh Khalifah. Dengan tuduhan sesat dan menyesatkan kaum muslimin Imam Ahmad bin Hambal menerima penjara dan hukum pukulan dan cambukan. Dengan ketsabatan beliau kaum muslimin terselamatkan aqidah mereka dari kesesatan. Demikian pula kita merasakan ketegaran Imam Hasan Al Banna dalam menghadapi tribulasi dakwahnya. Ia terus bersabar dan bertahan. Meski akhirnya ia pun menemui Rabbnya dengan berondongan senjata api. Dan Sayyid Quthb yang menerima eksekusi mati dengan jiwa yang lapang lantaran aqidah dan menguatkan sikapnya berhadapan dengan tiang gantungan. Beliau dengan yakin menyatakan kepada saudara perempuannya, Ya ukhtil karimah insya Allah naltaqi amama babil jannah. Duhai saudaraku semoga kita bisa berjumpa di depan pintu surga kelak’. Namun memang tidak sedikit kader yang kendur daya tahannya. Ada yang berguguran karena tekanan materi. Tergoda oleh rayuan harta benda. Setelah mendapatkan mobil mewah, rumah megah dan sejumlah uang yang dimasukkan ke dalam rekeningnya. Membuat semangat dakwahnya luntur. Bahkan ia akhirnya sangat haus dan rakus pada harta benda duniawi yang fana itu. Dan ia jadikan harta benda itu sebagai tahannya. Ada pula yang rontok daya juangnya karena tekanan keluarga. Keluarganya menghendaki sikap hidup yang berbeda dengan nilai dakwah. Keluarganya ingin sebagai keluarga kebanyakan masyarakat yang sekuler. Dengan gaya dan stylenya, sikap dan perilakunya Sehingga ia pun mengikuti selera keluarganya. Ada juga yang tidak tahan karena tekanan politik yang sangat keras. Teror, ancaman, kekerasan, hukuman dan penjara selalu menghantui dirinya sehingga ia tidak tahan kemudian ia pun meninggalkan jalan dakwah ini. Oleh karena itu sikap tsabat mesti berlandaskan keistiqamahan pada petunjuk Allah subhanahu wa ta'ala. Al Istiqamah alal Huda. Berpegang teguh pada ketaqwaan dan kebenaran hakiki, tidak mudah terbujuk oleh bisikan nafsu rendah dirinya sekalipun. Sehingga dirinya kukuh untuk memegang janji dan komitmen pada nilai-nilai kesucian. Ia tidak memiliki keinginan sedikit dan sekejap pun untuk menyimpang lalu mengikuti kecenderungan hina dan tipu muslihat setan durjana. Dan sikap ini harus terus di-ri’ayah dengan taujihat dan tarbawiyah sehingga tetap bersemayam dalam sanubari yang paling dalam. Dengan bekalan itu seorang kader dakwah dapat bertahan berada di jalan dakwah ini. Melalui sikap teguh ini perjalanan panjang menjadi pendek. Perjalanan yang penuh onak dan duri tidak menjadi hambatan untuk meneruskan langkah-langkah panjangnya. Bahkan ia dapat melihat urgensinya sikap tsabat dalam dakwah. Adapun urgensi tsabat dalam mengemban amanah dakwah ini di antaranya 1. Dalalah salamatil Manhaj Bukti jalan hidup yang benar Jalan hidup ini sangat beragam. Ada jalan yang baik ada pula yang buruk. ada yang menyenangkan ada pula yang menyusahkan. Dan sikap tsabat menjadi bukti siapa-siapa yang benar jalan hidupnya. Mereka berani menghadapi jalan hidup bagaimanapun selama jalan itu menghantarkan pada kemuliaan meski harus merasakan kepahitan atau kesusahan. Sikap tsabat ini melahirkan keberanian menghadapi realita hidup. Pantang menyesali kondisi diri apalagi menyalahkan keadaan. Ia tidak cengeng dan ngambekan karena beragam persoalan yang mengelutinya. Malah ia mampu mengendalikan permasalahan dan menemukan harapan besar untuk ia raih. Amatlah pantas perintah Allah subhanahu wa ta'ala. pada orang beriman tatkala menghadapi musuh agar mengencangkan jiwa yang tegar dan konsisten pada keyakinannya. “Hai orang-orang yang beriman apabila kamu menghadapi satu pasukan maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah nama Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung”. Al Anfal 45. Dengan demikian mereka yang tsabat dalam jalan dakwah ini menjadi pilihan hidupnya. Lantaran ia tahu dan berani menerima kenyataan yang memang harus ia alami. Dan muncullah sikap sang ksatria yang gagah berani meniti jalan hidupnya bersama dakwah ini. Pujangga termasyhur, Al Buhturi dalam baris syairnya ia mengungkapkan bahwa jiwa yang berani hidup dengan menghadapi resiko apapun dan tetap tegar berdiri di atas pijakannya adalah nafsun tudhi’u wa himmatun tatawaqqadu, jiwa yang menerangi dan cita-cita yang menyala-nyala’. Sebab jiwa yang semacam itu menjadi bukti bahwa ia benar dalam mengarungi bahtera hidupnya. 2. Mir’atus Syakhshiyatil Mar’i Cermin kepribadian seseorang Sikap tsabat membuat pemiliknya menjadi tenang. Dan ketenangan hati menimbulkan kepercayaan. Kepercayaan menjadi modal utama dalam berinteraksi dengan banyak kalangan. Karena itu sikap tsabat menjadi cermin kepribadian seorang muslim. Dan cermin itu berada pada bagaimana sikap dan jiwa seorang mukmin dalam menjalani arah hidupnya. juga bagaimana ia menyelesaikan masalah-masalahnya. Semua orang sangat membutuhkan cermin untuk memperbaiki dirinya. Dari cermin kita dapat mengarahkan sikap salah kepada sikap yang benar. Dan cermin amat membantu untuk mempermudah menemukan kelemahan diri sehingga dengan cepat mudah diperbaikinya. Amatlah beruntung bagi diri kita masih banyak orang yang menjual cermin. Agar kita semakin mudah mematut diri. Karenanya, Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. mendudukkan peran seorang mukmin bagi cermin bagi mukmin lainnya. Karenanya seorang ulama memberi hadiah pada kawannya yang diberi amanah kepemimpinan sebuah cermin antik yang besar. Rupanya hadiah itu membuat sang teman ini menangis dan menginsafi diri. Lalu memahami betul bahwa hadiah cermin antik tersebut bukan untuk pajangan rumahnya melainkan sebagai upaya nasihat. Nasihat yang tulus dari ulama shalih bijak untuk mengingatkan temannya agar dapat memperbaiki diri dalam mengemban amanah kepemimpinannya. Dan sikap tsabat adalah cermin bagi setiap mukmin. Karena tsabat dapat menjadi mesin penggerak jiwa-jiwa yang rapuh. Ia dapat mengokohkannya. Tidak sedikit orang yang jiwa mati hidup kembali lantaran mendapatkan energi dari ketsabatan seseorang. Ia bagai inspirasi yang mengalirkan udara segar terhadap jiwa yang limbung menghadapi segala kepahitan. Seorang ulama mengingatkan kita, berapa banyak orang yang jiwa mati menjadi hidup dan jiwa yang hidup menjadi layu karena daya tahan yang dimiliki seseorang. Dan di situlah fungsi dan peran tsabat. 3. Dharibatut Thariq ilal Majdi war Rif’ah upaya untuk menuju kesuksesan dan kejayaan Setiap kesuksesan dan kejayaan memerlukan sikap tsabat. Istiqamah dalam mengarungi aneka ragam bentuk kehidupan. Tentu tidak akan ada kesuksesan dan kejayaan secara cuma-cuma. Ia hanya akan dapat dicapai manakala kita memiliki pra syaratnya. Yakni sikap tetap istiqamah menjalani hidup ini. Tidak neko-neko. Seorang murabbi mengingatkan binaannya dengan mengatakan, Peliharalah keteguhan hatimu, karena ia bentengmu yang sesungguhnya. Barang siapa yang memperkokoh bentengnya niscaya ia tidak akan goyah oleh badai sekencang apapun. Dan ini menjadi pengamanmu’. Begitulah nasihat banyak ulama kita yang mengingatkan agar kita berupaya secara maksimal mengokohkan kekuatan hati dan keteguhan jiwa agar mendapatkan cita-cita kita. Juga terhadap jalan dakwah. Kegemilangan jalan suci ini hanya dapat diraih dari sikap konsisten terhadap prinsip dakwah ini. Yang tidak mudah bergeser karena tarikan-tarikan kepentingan yang mengarah pada kecenderungan duniawiyah. Tanpa sikap tsabat, pelaku dakwah ini akan terseret pada putaran kehancuran dan kerugian dunia dan akhirat. “Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami. Dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat hatimu niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu siksaan berlipat ganda di dunia ini dan begitu pula siksaan berlipat pula sesudah mati dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami”. Al Isra’ 73 – 75. Sikap ini menjadi daya tahan terhadap bantingan apapun dan dari sanalah ia mencapai kejayaannya. Sebagaimana yang diingatkan Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. pada Khabab bin Al Arts agar tetap bersabar dan berjiwa tegar menghadapi ujian dakwah ini bukan dengan sikap yang tergesa-gesa. Apalagi dengan sikap yang menginginkan jalan dakwah ini tanpa hambatan dan sumbatan. 4. Thariqun litahqiqil Ahdaf Jalan untuk mencapai sasaran Untuk mencapai sasaran hidup yang dikehendaki tidak ada jalan lain kecuali dengan bermodal tsabat. Teguh meniti jalan yang sedang dilaluinya. Meski perlahan-lahan. alon-alon asal kelakon’. Tidak tertarik untuk zig-zag sedikit pun atau sesekali. Melainkan mereka lakukan terus-menerus meniti jalannya dengan sikap tetap istiqamah. Bahkan dalam dunia fabel dikisahkan kura-kura dapat mengalahkan kancil mencapai suatu tempat. Kura-kura meski jalan pelan-pelan namun akhirnya menghantarkan dirinya pada tempat yang dituju. Imam Athaillah As Sakandary menasihatkan muridnya untuk selalu tekun dalam berbuat agar meraih harapannya dan tidak cepat lelah atau putus asa untuk mendapatkan hasilnya. Barang siapa yang menggali sumur lalu berpindah pada tempat yang lain untuk menggali lagi dan seterusnya berpindah lagi maka selamanya ia tidak akan menemukan air dari lubang yang ia gali. Tapi bila kamu telah menggali lubang galilah terus hingga kamu dapatkan air darinya meski amat melelahkan’ Kitab Tajul Arus. Karenanya ketekunan dan ketelatenan menjadi alat bantu untuk mencapai cita-cita dan harapan yang dikehendakinya. Dan kedua hal itu merupakan pancaran sikap tsabat seseorang. Tsabat meliputi beberapa aspek yakni Pertama, Tsabat Ala dinillah, teguh terhadap agama Allah subhanahu wa ta'ala. Keteguhan pada masalah ini dengan tidak menanggalkan agama ini dari dirinya walaupun kematian menjadi ancamannya. Sebagaimana wasiat yang selalu dikumandangkan oleh Khatib Jum’at agar senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaan sehingga mati dalam keadaan muslim. Ini pula yang menjadi wasiat para Nabi kepada keturunannya. “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya. Demikian pula Ya’kub. Hai anak-anakku, sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu. Maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. Al Baqarah 132. Wasiat ini untuk menjadi warning pada kaum muslimin agar tetap memelihara imannya. Jangan mudah tergiur oleh kesenangan dunia lalu mengganti keyakinannya dengan yang lain. Menjual agamanya dengan harga mie instan atau sembako. Atau menukar prinsip hidupnya dengan kemolekan tubuh wanita. Atau ia mau mengganti aqidahnya dengan lowongan kerja dan karirnya. Na’udzu billahi min dzalik. Kedua, Tsabat Alal Iltizam bidinillah, Tetap komitmen pada ajaran Allah subhanahu wa ta'ala. baik dalam ketaatan maupun saat harus menerima kenyataan hidup. Ia tidak mengeluh atas apa yang menimpa dirinya. Ia tegar menghadapinya. Bangunan komitmennya tidak pernah pudar oleh kenyataan pahit yang dirasakannya. Keluhan dan penyesalan bukanlah solusi. Malah menambah beban hidup. Oleh karena itu keteguhan dan kesabaran menjadi modal untuk menyikapi seluruh permasalahannya. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam. Bersabda As Shabr fihim ala dinihi kal qabidh alal jumari’. Mereka yang menjaga komitmennya pada ajaran Allah senantiasa memandang bahwa apa saja yang diberikan-Nya adalah sesuatu yang baik bagi dirinya. Persepsi ini tidak akan membuat goyah menghadapi pengamalan pahit segetir apapun. Dan sangat mungkin merubahnya menjadi kenangan manis yang patut diabadikan dalam kumpulan album kehidupannya. Sebab segala pengalaman pahit bila mampu diatasi dengan sikap tegar maka ia menjadi bahan nostalgia yang amat mahal. Ketiga, Tsabat Ala Mabda’ id Dakwah, teguh pada prinsip dakwah yang menjadi rambu-rambu dalam memberikan khidmatnya pada tugas agung ini. Memprioritaskan dakwah atas aktivitas lainnya sehingga dapat memberikan kontribusinya di jalan ini. Tanpa kenal lelah dan henti. Ia selalu terdepan pada pembelaan dakwah. Walau harus menderita karena sikapnya. Ketenangan dan kegusaran hatinya selalu dikaitkan dengan nasib dakwah. Ia tidak akan merasa nyaman bila dakwah dalam ancaman. Karena itu ia berupaya untuk selalu disiplin pada prinsip dakwah ini. Bergeser dari prinsip ini berakibat fatal bagi dakwah dan masa depan umat. Perhatikanlah peristiwa Uhud, Bir Ma’unah dan lainnya. Peristiwa yang amat memilukan dalam sejarah dakwah tersebut di antaranya disebabkan oleh ketidakdisiplinan kader pada prinsip dan rambu dakwah. 5. Izzatu Junudid Da’wah harga diri seorang kader dakwah Saat ini kita memasuki era di mana tantangan dan peluang sama-sama terbuka. Dapat binasa lantaran tidak tahan menghadapi tantangan atau ia berjaya karena mampu membuka pintu peluang seluas-luasnya. Karena itu kita dituntut untuk bersikap tsabat dalam kondisi dan situasi apapun. Senang maupun susah, sempit ataupun lapang. Tidak pernah tergoda oleh bisikan-bisikan kemewahan dan kegemerlapan lalu tertarik padanya dan lari dari jalan dakwah. Tsabat tidak mengenal waktu dan tempat, dimana pun dan kapan pun. Kita tetap harus mengusung misi dan visi dakwah kita yang suci ini. Untuk menyelamatkan umat manusia dari kehinaan dan kemudaratan. Dengan jiwa tsabat ini kader dakwah memiliki harga diri di mata Allah subhanahu wa ta'ala. maupun di mata musuh-musuhnya. Melalui sikap ini seorang kader lebih istimewa dari pada kebanyakan orang. Dan ia menjadi citra yang tak ternilai harganya. Imam Hasan Al Banna menegaskan, janganlah kamu merasa kecil diri, lalu kamu samakan dirimu dengan orang lain. Atau kamu tempuh dalam dakwah ini jalan yang bukan jalan kaum mukminin. Atau kamu bandingkan dakwahmu yang cahayanya diambil dari cahaya Allah dan manhajnya diserap dari sunnah Rasul-Nya dengan dakwah-dakwah lainnya yang terbentuk oleh berbagai kepentingan lalu bubar begitu saja dengan berlalunya waktu dan terjadinya berbagai peristiwa. Kuncinya adalah Tsabat dalam jalan dakwah ini’. Kalau begitu bagaimana bangunan tsabat yang kita miliki?. Wallahu alam bishshawwab. “Duhai pemilik hati, wahai pembolak balik jiwa, teguhkanlah hati dan jiwa kami untuk senantiasa berpegang teguh pada agama-Mu dan ketaatan di jalan-Mu”. Referensi Berbagai Sumber Iman menurut KBBI Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah percaya. Sedangkan menurut istilahiman dalam islam berarti percaya dalam hati, dinyatakan dengan ucapan, serta diamalkan dengan perbuatan sehari hari. Dalam kehidupan dunia ini kita menyadari ada begitu banyak benda di sekitar yang dapat dilihat dan dipegang, ada pula berbagai keajaiban yang tidak memungkinkan jika diciptakan oleh manusia. Di bumi tempat tinggal kita ada berbagai ciptaan yang luar biasa mulai dari gunung, lautan, hujan, dan berbagai ciptaan alami angkasa juga kita melihat berbagai benda yang indah seperti bulan dan matahari, langit yang amat luas, dan bintang bintang yang tak terhitung jumlahnya. Semua itu tentu tidak mungkin ada sendirinya, Rabb kita Yang Maha Kuasa lah yang menciptakan itu semua. Hal ini tercantum jelas dalam firman Allah berikut “Dan Dialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya”. QS Al Furqan 59Sebagai umat muslim, kita harus beriman dengan percaya kepada Allah, percaya pada kekuasaannya, mengikuti segala perintah dan larangan Nya, serta membuktikan kepercayaan tersebut dengan melakukan amalan kebaikan,sebab iman menjadi dasar atau awal dari dijalankannya amal amal kebaikan yang lainnya, berikut 17 keutamaan iman dalam islam 1. Nikmat yang Paling Utama dan IstimewaMerupakan nikmat yang paling istimewa jika seseorang diberikan rasa iman dalam hatinya, dengan keimanan, seseorang seorang hamba tidak akan ragu dalam menjalankan perintah dan menjauh larangan Nya,iman ada karena hidayah dari Allah dan ketekunan seorang hamba dalam beribadah, jika seorang hamba percaya seutuhnya pada takdir Allah, secara langsung ia akan menjadi orang yang sungguh sungguh dalam menjalankan setiap amal kebaikan.“Dan Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci pada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang orang yang mengikuti jalan lurus, sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah maha mengetahui lagi maha bijaksana”. QS Al Hujurat 7-82. Mendapat Kebahagiaan Dunia AkheratOrang yang beriman akan bersungguh sungguh dalam menjalankan amal kebaikan sebab ia percaya Allah selalu ada dan dia mendapat kebahagiaan dunia berupa ketenangan hidup sebagai buah dari keimanannya dan kebahagiaan akherat menjadi tujuan utamanya. “Barangsiapa mengerjakan amal saleh dalam keadaan beriman, maka Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik dan pahala jauh lebih baik dari apa yang mereke kerjakan”. QS An Nahl 973. Selamat dari Azab Neraka“Wajah wajah orang beriman pada hari itu berseri seri. Kepada Tuhannya lah mereka melihat”. QS Al Qiyamah 22-23. Penjelasan dari firman Allah tersebut ialah janji Allah untuk hamba Nya bahwa orang orang yang beriman akan mendapat kenikmatan berupa kebahagiaan di akherat nanti sebab Allah menjauhkannya dari azab Mendapat Kenikmatan Memandang Wajah AllahKenikmatan yang paling tinggi di akherat ialah memandang wajah Allah yang hanya akan dialami oleh para penghuni surga, hanya orang orang beriman yang di akherat nanti akan mendapat kenikmatan tersebut,“Sesungguhnya kalian orang orang yang memiliki iman akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan purnama ini, kalian tidak berdesak desakan dalam melihatnya”. HR Muslim5. Menjadi Orang yang TeguhOrang yang mendapat anugrah keimanan dari Allah akan menjadi orang yang paling kuat dan berpegang teguh dalam menjaga dan mengamalkan amal perbuatannya, Allah akan memberinya kesabaran dan kekuatan dalam menghadapi tiap musibah dan terhindar dari jalan yang sesat.“Allah meneguhkan orang orang yang beriman dengan ucapan yang teguh dalam kehidupan di dunia dan di akherat”. QS Ibrahim 276. Mendapat Petunjuk dari AllahPetunjuk dalam hal ini ialah petunjuk dalam kehidupan sehari hari, yakni petunjuk tentang syariat islam, petunjuk ketika menghadapi berbagai ujian, dan petunjuk ketika seseorang membutuhkan sebuah keputusan penting. Allah akan memberinya petunjuk sehingga orang tersebut terhindar dari keburukan duniawi dan jalan yang sesat. “Kami tunjuki dengan dia siapa yang beriman dan yang Kami kehendaki diantara hamba hamba Kami. Dan sesungguhnya Kami benar benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus”. QS As Syura 527. Merupakan Ajaran Inti yang Agung dan Pondasi yang KuatTerdapat sebuah hadist yang diriwayatkan Umar bin Al Khattab tentang kisah datangnya Malaikat Jibril dan bertanya kepada Rasulullah, “Kabarkanlah kepadaku tentang iman! Rasulullah menjawab engkau beriman kepada Allah, malaikat malaikat Nya, kitab kitab Nya, rasul rasul Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk”. HR Muslim. Hadist tersebut mengungkapkan bahwa iman adalah sebuah pondasi dasar untuk menjalankan berbagai amalan lainnya, dimulai dari iman kepada Allah hingga iman kepada takdir Bukti atau Wujud Nyata Menyembah kepada AllahRasulullah menafsirkan keimanan dengan amalan yang nyata perbuatan dan lisan, bukan dengan amalan hati saja. Sebab iman dibangun dengan keyakinan dalam hati dan dibuktikan dengan amal perbuatan. “Tahukah kalian apa itu beriman kepada Allah? Yaitu bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah dan menegakkan shalat, membayar zakat, serta berpuasa di bulan Ramadhan”. HR Muslim. Hadist tersebut menjelaskan bahwa iman disempurnakan dengan amalan nyata secara lisan dengan bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan amalan nyata dengan tindakan berupa shalat Wujud Cinta kepada Rasul Nya“Tidak sempurna keimanan salah seorang diantara kalian sampai aku Rasulullah lebih dia cintai dari orang tuanya, anak anaknya, dan seluruh manusia”. HR Bukhari. Penjelasan dari hadist tersebut ialah iman bukan hanya kepada Allah saja tetapi juga kepada Rasul Nya dan dibuktikan mengikuti perintah atau sunnah sunnah beliau, membenarkan apa yang beliau kabarkan, dan menjauhi yang beliau larang, walaupun hal itu bertentangan dengan urusan atau kebiasaan dalam keluarga nya, sebab syariat agama memiliki tempat yang tertinggi dan tidak dibenarkan mengikuti hal yang maksiat walaupun hal itu dilakukan oleh orang Mendapat Ampunan atas Dosa DosaSetiap manusia tentu pernah berbuat dosa atau khilaf, baik karena lalai atau berada pada kondisi yang dia belum mendapat petunjuk tentang nya. Allah senantiasa menerima taubat hamba Nya apalagi jika hamba Nya tersebut memiliki kepercayaan sepenuhya pada Allah, yakni percaya bahwa Allah maha Esa dan senantiasa memberikan pintu ampunan untuk hamba Nya, “Jika kamu benar benar mencintai Allah ikutilah aku Rasulullah, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa dosa mu”. QS Ali Imran 3111. Terhindar dari Sifat Dengkiiri dengki dalam islam berarti tidak suka terhadap kebahagiaan atau kebaikan yang didapat orang lain, orang yang beriman akan terhindar dari sifat tersebut sebab ia merasa cukup dengan adanya Allah dalam hatinya dan merasa bahagia pula dengan kebahagian yang didapat saudaranya. Rasulullah pernah bersabda mengenai kesempurnaan hati orang yang beriman, “Tidak sempurna keimanan salah seorang dari kalian sampai dia mencintai kebaikan untuk saudaranya seperti sesuatu yang dia cintai untuk dirinya”. HR Bukhari12. Menjadi Orang yang Amanah“Bukanlah keimanan bagi mereka yang tidak memiliki amanah”. HR Muslim. Orang yang beriman akan menjalankan kewajibannya dengan sungguh sungguh yaitu dengan menjaga hak hak dalam menunaikan tugas, misalnya dalam salah satu perintah Allah ialah berzakat, ia akan memberikan sebagian harta nya kepada yang berhak dengan niat karena Allah. amanah dalam islam sudah sangat jelas wajib diutamakan dan dijunjung tinggi ya sobat. Tidak boleh kita acuh tak acuh dengan amanah yang sudah diberikan kepada orang lain kepada Terhindar dari Perbuatan Maksiat“Tidaklah seseorang berzina, minum minuman keras, atau melakukan pencurian dalam keadaan beriman”. HR Bukhari. Jelas dari hadist tersebut bahwa orang yang beriman senantiasa mewujudkan keimanannya dengan tindakan nyata berupa amal kebaikan sehingga dia tidak mungkin menjalankan perbuatan Mendapat Ketentraman Hati“Orang yang beriman hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah”. QS Ar Rad 13.15. Mendapat Naungan Allah di Hari KiamatDi hari kiamat akan terjadi peristiwa yang tidak bisa dibayangkan dengan akal sehat, salah satu nya adalah matahari yang didekatnya jaraknya hingga hanya 1 mil dengan manusia, dll. Hal itu tentu menjadi sesuatu yang sangat berat bagi orang orang kafir, tapi tidak halnya dengan orang yang beriman, Allah akan melindungi nya dari berbagi kesulitan dan siksaan di hari kiamat. “Kami menolong para Rasul Kami dan orang orang yang beriman pada hari berdirinya saksi saksi hari kiamat”. QS Al Mu’min 5116. Tidak Bergantung pada Makhluk LainArtinya ialah orang yang beriman senantiasa yakin dan percaya kepada Allah, hanya berusaha dan berdoa kepada Nya sehingga tidak memiliki sikap menggantungkan diri pada makhluk Perintah Wajib dari RasulullahRasulullah memerintahkan agar umat Nya memiliki rasa iman percaya kepada Allah, beliau juga senantiasa berdoa agar mendapat hidayah dari rasa keimanan tersebut, “Ya Allah, hiasilah kami dengan perhiasan keimanan. Dan jadikanlah kami sebagai orang yang mendapat petunjuk serta memberi petunjuk kepada orang lain” HR MuslimDemikian artikel tentang keutamaan iman kepada Allah, semoga membuat kita menajdi semakin percaya pada Allah yang maha Esa dan lebih bersemangat dalam mewujudkannya dengan berbuat amal kebaikan dari lisan dan tindakan kita. - Rukun iman ada 6 yang mesti diyakini oleh umat Islam. Iman dalam Islam merupakan dasar atau pokok kepercayaan yang harus diyakini setiap muslim. Jika tak memiliki iman, seseorang dianggap tidak sah menganut hadis yang diriwayatkan Umar bin Khattab RA, ketika malaikat Jibril menyaru menjadi seorang laki-laki, ia bertanya kepada Nabi Muhammad SAW" ... 'Beritahukan kepadaku tentang Iman' Rasulullah SAW menjawab 'Engkau beriman kepada Allah, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada para rasul-Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk.' Orang tadi [Jibril] berkata, 'Engkau benar'," Muslim. Baca juga Contoh Soal dan Jawaban PAI Iman kepada Qada dan Qadar & Rangkuman Hikmah Beriman Kepada Rasul Allah dan Dalil Rukun Iman Keempat Pengertian Iman dalam Agama Islam Mengutip dari E-Modul PAI, Iman berasal dari bahasa Arab dari kata dasar amana - yu’minu - imanan, yang berarti beriman atau percaya. Adapun definisi iman menurut bahasa berarti kepercayaan, keyakinan, ketetapan atau keteguhan hati. Imam Syafi’i dalam sebuah kitab yang berjudul al-Umm mengatakan, sesungguhnya yang disebut dengan iman adalah suatu ucapan, suatu perbuatan dan suatu niat, yang tidak sempurna salah satunya jika tidak bersamaan dengan yang lain. Dilansir dari laman NU Online, berdasarkan pandangan ulama Al-Jurjani wafat pada 816 H dalam At-Takrifat, secara bahasa, iman adalah membenarkan dengan hati. Sementara menurut syariat, iman adalah meyakini dengan hati dan mengikrarkan dengan lisan. Definisi tersebut sejalan dengan yang dikemukakan Ibnu Hazm Al-Andalusi Al-Qurthubi wafat pada 456 H dalam Al-Fashlu fil Milal. Hanya saja, menurut Ibnu Hazm, keyakinan hati dan pengakuan lisan itu harus berlangsung secara bersamaan. Ia menambahkan bahwa amal perbuatan tidak termasuk ke dalam unsur definisi iman, sebagaimana yang dikemukakan para ulama lain. Amal perbuatan adalah konsekuensi dari iman itu sendiri. Oleh karena itu, berdasarkan definisi di atas, Al-Jurjani mengatakan, orang yang bersaksi berikrar dan meyakini, tetapi tidak beramal, maka dia adalah fasik. Sementara itu, orang yang bersaksi dan beramal, tetapi tidak meyakini, maka dia adalah munafik. Orang yang tidak bersaksi, meskipun meyakini dan beramal, tetaplah dia orang yang kufur. Enam Pilar Iman dalam Agama Islam Keimanan terdiri dari enam pilar yang dikenal dengan rukun iman. Rukun iman wajib dimiliki oleh setiap muslim. Dilansir dari E-Modul PAI, beriman tanpa memercayai salah satu dari enam rukun iman tersebut, maka gugurlah keimanannya. Adapun enam pilar keimanan yang wajib diimani secara bersamaan tidak boleh tidak mengimani salah satunya, antara lain Iman kepada Allah SWT; mengimani keberadaan malaikat-malaikat Allah SWT; meyakini dan mengamalkan ajaran-ajaran suci dalam kitab-kitab-Nya; meyakini adanya rasul-rasul utusan Allah SWT; meyakini akan datangnya hari akhir; dan mempercayai qada dan qadar Allah SWT. Pokok pilar iman ini sebagaimana yang disebutkan dalam QS. An-Nisa, 4 136 yang artinya sebagai berikut “Wahai orang-orang yang beriman! Tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya Muhammad dan kepada Kitab Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh,” QS. An-Nisa, 4 juga Apa Maksud Beriman kepada Allah Melalui Alam Semesta Menurut Islam? Rangkuman PAI Iman Kepada Kitab Allah Rukun Iman Ketiga & Dalilnya - Pendidikan Kontributor Nurul AzizahPenulis Nurul AzizahEditor Yulaika Ramadhani – Di dalam buku Ma’alim Fith-Thoriq Petunjuk Jalan Sayyid Qutb menulis bab khusus dengan judul Kebanggaan Iman. Bab ini menegaskan bahwa orang beriman adalah manusia yang senantiasa menjalin hubungan keimanan yang kuat dengan Rabb-nya, Allah subhaanahu wa ta’aala. Dan jalinan hubungan imannya yang kuat dengan-Nya menyebabkan dirinya bermental kokoh. Bagaikan batu karang di tengah samudera. Ia tidak pernah merasa hina atau bersedih hati. Justru, ia selalu merasakan ketinggian dan kemuliaan di dalam hidupnya karena dirinya tersambung dengan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Inilah yang dimaksud oleh Sayyid Qutb dengan Kebanggaan Iman. Betapa penting persoalan ini diangkat ke permukaan. Hal itu amat relevan jika dikaitkan dengan realitas dunia modern yang penuh fitnah. Suatu kehidupan yang skuler memisahkan makhluk dari Al-Kholiq. Dan sebuah kehidupan yang mengikuti sistem ekonomi materialis, hedonis. Dua tsunami skuler dan materialis itulah yang menggerogoti iman dari dalam, dan menawarkan berbagai kebanggaan palsu. Ada kebanggaan harta, kebanggaan tahta dan jabatan, kebanggaan teknologi, kebanggaan intelektual-formal, kebanggaan popularitas dan kebanggaan-kebanggaan duniawi lainnya. Semua bentuk kebanggaan palsu tersebut tidak ada kaitan dengan iman kepada Allah subhaanahu wa ta’aala. Sehingga menurut kajian Kebanggaan Iman bentuk-bentuk kebanggaan duniawi itu hakikatnya sangat lemah dan rapuh. Bahkan bersifat hina dan tidak berarti di mata Allah Subhanahu Wata’ala. Orang yang merasakan kemuliaan dan ketinggian hanya karena berbagai kebanggaan duniawi adalah orang-orang yang tertipu. Boleh jadi ia tampil dengan self-confidence percaya-diri yang tinggi sewaktu masih di dunia. Tetapi di akhirat kelak ia akan menyadari bahwa ia telah terpedaya. Sehingga ia akan menyesal telah membanggakan diri dengan kebanggaan-kebanggaan palsu. Ia tidak memperoleh nikmat spiritual, tetapi hanya mata’ud dunya kenikmatan yang dekat dan sesaat. Itulah penyesalan yang sangat terlambat dan tentunya tiada berguna. زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاء وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ذَلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَاللّهُ عِندَهُ حُسْنُ الْمَآبِ “Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik surga.” QS Ali Imran 3 14. Janganlah kita silau/terpedaya memandang kekuasaan/jabatan, dunia dan seisinya ini dengan kaca mata Fir’aun. Keduanya dipersepsikan sebagai ghoyah tujuan akhir, bukan wasilatud dakwah media dakwah. Ketika kekuasaan diraih, ia lupa diri dan lupa daratan. Ia mabuk kekuasaan dan gila harta dan pengaruh. Dia sadar dengan keimanan, ketika kondisi sedang terjepit. Sadar karena tekanan eksternal. Yaitu, ketika tubuhnya dipermainkan oleh gelombang bagaikan bola pimpong. Bukan bersumber dari lubuk hati yang dalam. Jangan berfikir aji mumpung, jangan bangga, jangan kaget dengan kekuasaan ojo dumeh, ojo gumun lan ojo kagetan, Bhs Jawa. وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتْبَعَهُمْ فِرْعَوْنُ وَجُنُودُهُ بَغْياً وَعَدْواً حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنتُ أَنَّهُ لا إِلِـهَ إِلاَّ الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ وَأَنَاْ مِنَ الْمُسْلِمِي آلآنَ وَقَدْ عَصَيْتَ قَبْلُ وَكُنتَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ فَالْيَوْمَ نُنَجِّيكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُونَ لِمَنْ خَلْفَكَ آيَةً وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ “Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir’aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas mereka; hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah dia “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri kepada Allah”. Apakah sekarang baru kamu percaya, padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu, supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami.” QS Yunus 10 90-92 Yang diselamatkan Allah ialah tubuh kasarnya, menurut sejarah, setelah Fir’aun itu tenggelam mayatnya terdampar di pantai diketemukan oleh orang-orang Mesir lalu dibalsem, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat di musium Mesir. Syetan sangat cerdik menipu manusia dengan berbagai kebanggaan duniawi. Menggelincirkan penguasa, ilmuan, hartawan dari jalan yang lurus. Kekuasaan, harta dan ilmu tidak semakin mendekatkan pemiliknya kepada Allah Allah Subhanahu Wata’ala. Syetan menyuruh manusia agar jangan peduli dengan kebanggaan iman sebab itu adalah perkara yang terlalu abstrak dan tidak dapat dilihat secara kasat mata. Sementara itu kebanggaan duniawi bersifat kongkrit dan mudah terukur. Sehingga muncullah gelombang manusia yang masuk ke dalam perangkap syetan. Sehingga jabatan, ilmu dan harta tidak ditemani dan dikontrol secara langsung oleh spirit Iman. ثُمَّ لآتِيَنَّهُم مِّن بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ وَلاَ تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ “Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur taat.” QS Al Araf 7 17. Kalau yang terperangkap adalah manusia awam yang jahil akan agamanya kita tentu prihatin, tetapi masih dapat memahaminya. Ironisnya, dewasa ini kita menyaksikan mereka yang terjerat tipuan syetan adalah orang-orang yang dikenal khalayak ramai sebagai orang-orang yang biasa ikut pengajian dan tarbiyyah, bahkan para ustadz dan ahli ilmu syar’iyyah Islamiyyah. Mereka adalah orang-orang yang semestinya tampil mengarahkan masyarakat luas agar mensyukuri dan mempertahankan Kebanggaan Iman. Alih-alih melaksanakan kewajibannya sebagai mercusuar di tengah arus zaman penuh fitnah, mereka malah menjadi fihak yang mempromosikan pentingnya kebanggaan duniawi seperti kebanggaan akan tahta dan jabatan. Mereka rubah tolok-ukur keberhasilan da’wah. Keberhasilan da’wah Islam tidak lagi dinilai berdasarkan berapa banyak orang yang semakin beriman dan istiqomah. Tetapi dinilai berdasarkan berapa banyak dan berapa tinggi jabatan politik dan pos struktural kekuasaan yang berhasil direbut. Kebanggaan tahta dan jabatan menjadi pembicaraan utama. Semua enersi dikerahkan untuk mencapai kebanggaan yang satu ini. Enersi waktu, fisik, batin, fikiran, dana dan doa semuanya dipusatkan demi kesuksesan merebut kekuasaan formal. Kebanggaan iman semakin jarang dibicarakan dan malah semakin dirasa aneh dan tidak penting. Kerugian adalah saat seorang aktifis da’wah tidak berhasil merebut atau mempertahankan jabatan politiknya. Keterlibatan dalam suatu kegiatan maksiat tidak dinilai sebagai sebuah kerugian, melainkan sebuah perilaku manusiawi yang wajar dan perlu dimaklumi. Mengejar ridho Allah menjadi kalah penting dibandingkan upaya image-building pencitraan dalam rangka mendapatkan dukungan rakyat luas. Sayyid Qutb menjelaskan Kebanggaan Iman berpedoman kepada sebuah ayat Al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut وَلاَ تَهِنُوا وَلاَ تَحْزَنُوا وَأَنتُمُ الأَعْلَوْنَ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya, jika kamu orang-orang yang beriman.” QS Ali Imran 139 Selanjutnya Sayyid Qutb mengomentari ayat di atas dengan uraian sebagai berikut “Dia melukiskan suatu keadaan yang tertinggi yang harus mendasari dalam kalbu seorang mukmin dalam menghadapi apa pun. Suatu kebanggaan karena iman dan sendi-sendinya yang mengatasi seluruh sendi yang bukan bersumber dari iman. Suatu ketinggian yang mengatasi seluruh kekuatan di bumi yang jauh dari dasar iman; dan mengatasi seluruh sendi yang hidup di bumi ini yang tidak ber¬sumber dari iman. Mengatasi seluruh tradisi di bumi ini yang tidak dicetak oleh iman. Mengatasi seluruh undang-undang di bumi ini yang tidak disyariatkan oleh iman, dan mengatasi seluruh posisi di bumi ini yang tidak ditumbuhkan oleh iman. Suatu ketinggian yang walaupun tenaga lemah, jumlah ummat yang sedikit dan kemiskinan harta, sama dengan ketinggian di waktu kuat, jumlah yang banyak dan harta yang melimpah. Suatu ketinggian yang tidak merasa terhina di hadapan kekuatan yang zhalim, tidak merasa rendah di hadapan kebiasaan sosial dan hukum yang bathil, dan tidak merasa rendah di hadapan posisi yang diterima oleh manusia tetapi tanpa sandaran iman.” Petunjuk Jalan – Penerbit Media Dakwah – halaman 272 Masalahnya bukan pada memiliki atau tidak memiliki jabatan dan kekuasaan politik. Tetapi yang menjadi masalah apakah sesudah seseorang memiliki kekuasaan politik masihkah ia menjadikan Kebanggaan Iman sebagai tolok ukur kemuliaan dan ketinggian di dalam hidupnya? Dan jawabannya bukan sekedar berupa sebuah pernyataan atau claim za’mun. Jawabannya haruslah berupa bukti dalam perilaku dan kebijakan. Bukti terbaik adalah berupa langkah-langkah bersyukur kepada Allah Subhanahu Wata’ala. Dan sebaik-baik bentuk bersyukur kepada Allah ialah berupa pemanfaatan kekuasaan politik demi memastikan tegak dan berlakunya dienullah serta hukum Allah di bawah wilayah otoritas kekuasaannya. Itulah salah satu janji Allah Subhanahu Wata’ala kepada orang beriman di dunia ini. وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang tetap kafir sesudah janji itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.” QS. An Nur 24 55. Bilamana seseorang yang memperoleh jabatan politik kemudian terlihat nyata memberlakukan aturan dan hukum Allah Allah Subhanahu Wata’ala dalam ruang-lingkup otoritas kepemimpinannya, berarti ia telah berlaku jujur di dalam mempertahankan kebanggaan imannya. Tetapi bilamana seseorang menjabat lalu sesudahnya tidak terlihat nyata adanya perubahan aturan dan hukum jahiliyah diganti dengan hukum Allah, maka itu berarti ia telah melupakan Kebanggaan Iman dan terjebak syetan ke dalam perangkap kebanggaan tahta dan jabatan. Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda “Kalian akan rakus terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat, ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan.” HR Bukhari – Shahih Orang yang memiliki jabatan akan merasakan “seenak-enak penyusuan” selama masa ia menjabat. Ia menikmati berbagai fasilitas dan gaji yang mencukupi hidup diri dan keluarganya. Dan ia pasti mengalami “segetir-getir penyapihan” saat jabatannya mesti berakhir. Itulah rahasia mengapa setiap orang yang menjabat pasti akan berusaha keras melestarikan masa kekuasaannya status quo. “Tetapi Allah menjadikan kamu cinta’ kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” QS Al Hujurat 49 7 Orang yang memiliki kebanggaan iman menjadikan ilmunya untuk mencerahkan yang bodoh. Menjadikan hartanya untuk membebaskan kaum dhu’afa dan mustadh’afin. Dan kekuasaan yang digenggam sebagai media merubah konstitusi menjadi undang-undang yang merujuk kitab suci. Menjadi diri dan keluarganya sebagai alat peraga Al-Quran dan As Sunnah. Jika semua potensi yang dimilikinya tidak dioptimalkan untuk mengharumkan dan mengagungkan nama Allah Allah Subhanahu Wata’ala dan syi’ar-syi’ar-Nya, maka bukan saja potensi yang dimilikinya akan menggali lubang kehancurannya istidraj, pula tidak menambah kebaikan diri dan keluarganya tidak barakah. Yang menjadi muhasabah kita, benarkah ilmu yang kita miliki, jabatan yang kita duduki, harta kekayaan, pengaruh dan popularitas yang kita punyai, mendatangkan pertolongan dari Allah Allah Subhanahu Wata’ala nshrullah, atau bahkan tidak menambah kebaikan kita, atau bahkan menjerumuskan kehidupan kita secara total istidraj ? Benarkah apa yang kita peroleh berupa nikmat atau hanya sekedar mata’ nikmat sesaat, nikmat duniawi yang kerdil dan rendah? فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِن تَوَلَّيْتُمْ أَن تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?.” QS Muhammad 47 22. hdyt Inti dari ajaran tasawuf terletak pada keyakinan hati dan keteguhan iman. Kekuatan iman mampu membuat perkara yang mustahil dan tidak bisa dicerna akal manusia menjadi sangat riil di hadapan mata hati. Menurut Habib Abdullah bin Alawi bin Muhammad Al-Haddad dalam Risalah al-Mu’awanah wa al-Muzhaharah wa al-Muwazarah li al-Raghibin min al-Mu’minin fi Suluk Thariq al-Akhirah, menghadirkan urusan gaib yang berada di luar indra manusia menjadi nyata dan tampak kasat mata. Ali bin Abi Thalib pernah mengatakan, seandainya satir penutup dibuka, niscaya keyakinan akan bertambah. Pada dasarnya, tiap Mukmin punya rasa yakin, tetapi yang membedakan hanya satu, yaitu kadar iman yang dimiliki. Semakin kuat iman yang dipelihara seorang hamba, dia laksana gunung yang berdiri tegak dan kokoh. Dalam salah satu kaidah usul fikih, disebutkan al-Yaqinu La Yuzalu bi al-Syak keyakinan yang kuat tidak akan berubah dengan sebuah keragu-raguan. Keyakinan tersebut tak akan sanggup diempas dengan mudah oleh tiupan keragu-raguan ataupun oleh angin waswas yang di sebarkan oleh setan. Karena, setan tidak akan berhenti bermanuver guna menyesatkan anak Adam. Sebagaimana sabda Nabi SAW, Setan akan menyesatkan manusia dan tidaklah seseorang mengambil jalan lain, kecuali setan juga akan menempuhnya.” Sehingga, apabila dikelompokkan, tingkatan keimanan bisa dibagi ke dalam tiga lapisan. Pertama, tingkatan dasar atau disebut iman. Kategori ini biasanya diisi kalangan awam yang kadar keimanannya masih sering naik turun dan berubah-ubah. Tingkatan kedua, tingkatan iman yang kokoh di hati dan tidak goyah sehingga pada level ini, hampir saja seseorang mampu melihat yang gaib. Tingkat keimanan ini disebut yakin. Level keimanan ketiga yang tertinggi dikenal dengan istilah kasyaf. Tingkatan ini setara dengan level para wali dan nabi yang tidak lagi ada batas antara yang gaib dan alam kasat mata. Selanjutnya, terdapat tiga cara yang bisa ditempuh untuk membangun benteng keimanan yang kuat. Pertama, mendengarkan, membaca, dan merenungkan ayat-ayat serta hadis-hadis yang menegaskan kebesaran dan kekuasaan Allah. Selain itu, juga teks-teks agama yang mengisyaratkan secara jelas perihal kebenaran dakwah yang disampaikan para rasul dengan segala konsekuensi yang didapat, baik dari ketaatan maupun sanksi yang diperoleh akibat pelanggaran apabila mengingkari risalah ilahiah tersebut. Cara ini sesuai firman Allah “Dan, apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab Alquran sedang dia dibacakan kepada mereka.” QS al-Ankabut [29] 51. Kedua, merenungkan keajaiban penciptaan alam semesta, hamparan langit nan luas, bumi tempat berpijak, serta pesona unsur-unsur yang menjadi pelengkap dan kebutuhan kelangsungan hidup. Sebagaimana firman-Nya, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri.” QS Fushilat [41] 53. Sedangkan, cara ketiga, keyakinan yang telah didapat mesti diterapkan baik secara lahir maupun batin dan berupaya sebisa mungkin menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya. Karena, dengan keteguhan iman dan keyakinanlah, Allah akan senantiasa membimbing dan mencurahkan kasih sayang-Nya kepada umat manusia. Allah berfirman, “Dan, orang-orang yang berjihad mencari keridhaan Kami benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” QS al-Ankabut [29] 69. sumber Harian Republika

keteguhan iman sangat berarti dalam